Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda. Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
“Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Dari deskripsi di atas, bahwa ada keterlibatan bangsa Belanda yang menyusun ejaan Melayu kemudian menjadi ejaan bahasa Indonesia, maka kata serapan bahasa Belanda sangat mendominasi dalam kosa kata bahasa Indonesia. Mari kita cermati tabel di bawah ini.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal Bahasa | Jumlah Kata |
---|---|
Belanda | 3.280 kata |
Inggris | 1.610 kata |
Arab | 1.495 kata |
Sanskerta-Jawa Kuno | 677 kata |
Tionghoa | 290 kata |
Portugis | 131 kata |
Tamil | 83 kata |
Parsi | 63 kata |
Hindi | 7 kata |
Sumber: Buku berjudul “Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia” (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Adapun jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:
Asal bahasa | Jumlah kata |
---|---|
Jawa | 1109 kata |
Minangkabau | 929 kata |
Sunda | 223 kata |
Madura | 221 kata |
Bali | 153 kata |
Aceh | 112 kata |
Banjar | 100 kata |
Untuk lebih memantapkan lagi kata sarapan dari bahasa Belanda mari kita lihat Daftar kata serapan dari bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment