A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dewasa ini untuk kesekian kalinya, pendidikan tengah diuji untuk memberikan jawaban yang menyulitkan, yakni antara melegitimasi atau melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada,atau harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih baik. Profesi keguruan mempunyai dimensi yang sangat luas dan dalam, mulai dari pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari pergaulan pendidikan antara guru-murid,penguasaan materi ajar sampai kepada pemahaman tentang latar keadaan (setting) di mana atau dalam lingkungan apa tindakan pendidikan itu harus dilakukan.
Dengan kata lain, seorang guru profesional harus secara tepat menggunakan pertimbangan profesional ( professional judgement ) dalam bertindak dan menjawab tantangan masalah yang dihadapi dalam tugasnya. Ketepatan ini sangat penting karena situasi pendidikan itu bersifat einmalig, tidak dapat terulang lagi secara persis, jadi hanya berlangsung sekali saja.
Jika respon yang diberikan guru keliru dan menanggapi setiap tantangan yang ia hadapi dalam pembelajaran, ia akan kehilangan waktu yang sangat berharga dalam proses pendidikan yang pasti menjadi tanggung jawab guru itu sendiri. Peranan profesional guru dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah diwujudkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berupa perkembangan siswa secara optimal.
Untuk mewujudkan maksud tersebut,maka guru dan mahasiswa calon guru haruslah terlebih dahulu memahami pentingnya mengetahui hakikat jabatan profesional, Guru sebagai jabatan profesional serta tantangan guru dalam pembelajaran yang erat hubungannya dengan pemenuhan tugas dan kewajiban guru itu sendiri.
2. Rumusan Masalah
- Apa jabatan profesional?
- Apa saja tahap profesionalisasi jabatan keguruan?
- Bagaimana Guru sebagai jabatan profesional?
- Apa saja tantangan guru dalam pembelajaran?
- Untuk mengetahui definisi jabatan profesional
- Untuk mengetahui tahapan profesionalisasi jabatan keguruan
- Untuk mengetahui bagaimana guru sebagai jabatan profesional
- Untuk mengetahui tantangan guru dalam pembelajaran
- Mahasiswa mengetahui definisi jabatan profesional
- Mahasiswa dapat mengetahui tahapan profesionalisasi jabatan keguruan
- Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana guru sebagai jabatan profesional
- Mahasiswa dapat mengetahui apa saja tantangan guru dalam pembelajaran
1. Jabatan Profesional
1.1.Pengertian Jabatan Profesional
Makna Profesional, Profesionalisme dan Profesionalisasi, menurut Danim Sudarman (2002:22) makna Profesional merujuk pada 2 hal yaitu :
- Orang yang menyandang suatu Profesi : Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan sesuai dengan keahliannya dan mengabdikan diri pada pengguna jasa dengan disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya tersebut.
- Kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penyampain atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
Pengertian jabatan profesional adalah seorang pekerja profesional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta memperkembangkan mutu karyanya. (T.Raka Joni,1980)
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa,
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Dalam UU guru dan dosen dinyatakan bahwa kedudukan guru merupakan jabatan professional yang dibuktikan dengan sertifikasi sebagai wujud pengakuan akan kualifikasi dan kompetensi. Undang-undang guru dan dosen mensyaratkan guru harus memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogic, kepribadian, professional, dan social (Abdul:2009)
Secara umum strategi jabatan profesi dalam belajar mengajar mempunyai pengertian suatu garis – garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar – mengajar, strategi tersebut dapat diartikan sebagai pola – pola umum kegiatan belajar – mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Ada 4 strategi dasar jabatan profesi dalam pembelajaran, yang meliputi hal – hal berikut :
- Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
- Memilih sistem pendekatan belajar – mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
- Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar – mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
- Menetapkan norma – norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar – mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan
1) Jabatan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya diperolehdari lembaga – lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya.
Seperti seorang dokter, psikolog, saintis, ekonom dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari lembaga – lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut.
2) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai denganjenis prosfesinya.
3) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan pada latarbelakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya.
1.3.Komponen – komponen Jabatan Profesional Guru
Ada 7 komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional :
1) Guru sebagai sumber belajar
Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkan, ia akan bias menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dari siswanya.
2) Guru sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebagai fasilitator guru juga dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa, agar siswa dapat menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
3) Guru sebagai pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar yang baik juga. Guru sangat penting untuk merencanakan tujuan belajar, agar topic yang dasampaikan dapat dimengerti anak didik. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang diamana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Mengawasi membimbing dan mendorong siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
4) Guru sebagai demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih memahami dan mengerti setiap pesan yang disampaikan.
Dengan cara, memberikan perilaku yang baik dalam setiap aspek kehidupan dan merupakan guru yang diteladani karena sosok yang ideal.
5) Guru sebagai pembimbing
Peran guru sebagai pembimbing adalah dengan cara menjaga, mengarahkan dan membimbing siswa agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Guru tidak memaksakan anak didiknya jadi ‘ini’ dan jadi ‘itu’. Guru juga bias memahami setiap anak didiknya dari gaya belajarnya dan melalui bakatnya. Guru juga harus merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik manakala, sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya dan apa yang harus dilakukan.
6) Guru sebagai motivator
Dalam proses pembelajaran motovasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kamampuan, tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar, untuk itu sebagai guru harus dituntut dapat membangkitakn semangat belajar siswa, dengan cara:
- Memperjelas tujuan yang ingin dicapai
- Membangkitkan minat siswa
- Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
- Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan belajar siswa
- Memberikan penilaian yang posiif
- Menciptakan persaingan yang sehat dan kerjasama.
7) Guru sebagai evaluator
Sebagai evaluator guru mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi dilakukan terhadap proses, kinerja dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab dengan evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkan sudakah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka dapat diberi pelajaran yang baru.
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasikan. Terkadang guru memberikan evaluasi dengan cara memberikan tes, itu kurang tepat karena tes secara umum hanya tertulis, murid hanya menjawab dari bahan – bahan yang sudah biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu, evaluasi semestinya dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting, sebab terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual nyata (Syaiful:1995)
1.4.Tahap Profesionalisasi Jabatan Keguruan
Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penyampaian atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
Joni (1989) mengemukakan ada enam tahap dalam profesionalisasi jabatan keguruan. Enam tahap profesionalisasi jabatan keguruan itu adalah sebagai berikut.
1) Bidang layanan ahli unik yang diselenggarakan harus ditetapkan. Dengan adanya Surat Keputusan Men-PAN berarti untuk bidang ini dapat dikatakan telah tercapai dan terpenuhi.
2) Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan prajabatan yang mempersiapkan tenaga guru yang profesional guna meyakinkan agar para pendatang baru di lingkungan profesi ini memiliki kompetensi minimal bagi penyelenggarakan layanan ahli yang mempersatukan kepentingan pemakai layanan.
3) Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi pada program pendidikan prajabatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Penetapan pengakuan kelayakan program pendidikan prajabatan yang harus dilaksanakan secara berkala inilah yang dinamakan akreditasi.
4) Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan program pendidikan prajabatan yang memiliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan (sertifikasi) sejak awal dekade ini.Di samping sertifikasi,juga dianggap perlu diberlakukan mekanisme pemberian izin praktek (licensure)
5) Secara perorangan dan secara kelompok, kaum pekerja pro-fesional bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksanaan tugasnya. Oleh karena itu, untuk dapat memanfaatkan segala keahliannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya,seorang pekerja profesional diberi kebebasan untuk mengambil keputusan secara mandiri. Tanpa kebebesan ini,maka tidak akan ada penilaian independen (independent judgement) yang didasarkan pada pertimbangan ahli dan pada gilirannya tanpa independent judgement mustahil dapat terwujud profesionalitas.
6) Kelompok profesional memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan dasar untuk melindungi para anggota yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesional dan menjadi sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan semangat kode etik.
Berdasarkan enam tahap itu apabila disimpukan,ada dua aspek yang harus hadir secara baku-tunjang sehingga sesuai bidang layanan,termasuk keguruan,memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai profesi,sebagaimana berikut ini.
1) Keterandalan layanan.
2) Layanan yang khas,diakui,dan dihargai oleh masyarakat dan pemerintah.
Suatu layanan dapat diandalkan apabila memenuhi kriteria berikut ini.
1) Pemberi layanan menguasai betul apa yang dikerjakan
2) Penerima layanan dapat mempercayai bahwa kemaslahatannya didahulukan dalam proses pemberi layanan itu.
- 2. Tantangan Guru dalam Pembelajaran
2.1.Guru dan Proses Belajar Mengajar (PBM)
2.1.1 Hakikat Belajar Mengajar
Selama ini dianggap sebagai upaya memberikan informasi atau upaya untuk memperagakan cara menggunakan sesuatu atau untuk member pelajaran melalui mata pelajaran tertentu. Mengacu pada constructivism, belajar adalah peristiwa di mana pembelajar terus-menerus membangun gagasan baru atau memodifikasi gagasan lama dalam struktur kognitif yang senantiasa disempurnakan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Raka Joni (1993), ahli pendidikan Indonesia yang mengungkapkan titik pusat hakikat belajar sebagai ‘pengetahuan-pemahaman’yang terwujud dalam bentuk pemberian makna secara konstruktivistik oleh pembelajar kepada pengalamannya melalui bentuk pengkajian yang memerlukan pengerahan berbagai keterampilan kognitif di dalam mengolah informasi yang diperoleh melalui alat indera.
Kalau begitu, dengan pandangan progresif ini, peristiwa ‘belajar’ tidak cukup sekedar dicirikan dengan menggali informasi temuan ilmuwan (baca mengkaji materi sejumlah mata pelajaran), tetapi siswa perlu dikondisikan agar berperilaku seperti ilmuwan dengan senantiasa menggunakan metoda ilmiah dan memiliki sikap ilmiah sewaktu menyelesaikan masalah. Dengan demikian , peristiwa belajar meliputi membaca, mendengar, mendiskusikan informasi (reading and listening to science), dan melakukan kegiatan ilmiah (doing science) termasuk melakukan kegiatan pemecahan masalah.
Ini berarti, hakikat ‘mengajar’ dan ‘belajar’ bergeser dari kutub dengan makna tradisional ke kutub makna progresif. Kegiatan ‘belajar’ bergeser dari ‘menerima informasi’ ke ‘membangun pengetahuan’ dan kegiatan ‘mengajar’ bergeser dari ‘mentransfer informasi’ ke ‘mengkondisikan sehingga peristiwa belajar berlangsung’. Implikasi pandangan ini, kegiatan mengajar yang lazim perlu dimodifikasi dan diubah.
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa mengenai sifat kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa, apakah difokuskan pada individu atau kelompok.
Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM.
- Self-study, yakni kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantguan dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model self-study ini perlu didukung dengan peralatan teknologi seperti computer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
- Cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas ssiwa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan oleh guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang di dengar kedalm pengetahuan telah dimiliki apabila siswa dapat mengaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
- Persaingan. Model ini memilik aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menenkankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat ataupun manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai diantara siswa. CBSA merupakan salah satu contohnya.
- Model Cooperative-collaborative. Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama diantara para siswa, khususnya. Kegiatan siswa diarahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan consensus di antara mereka. Consensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama.
- Menyampaikan informasi.
- Memotivasi siswa.
- Mengontrol kelas.
- Mengubah social arrangement.
Agar transfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal berikut ini.
- Menggerakkan, membangkitkan, dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa.
- Menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya.
- Mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain. (Abdul:2009)
Pendekatan pembelajaran harus menciptakan suasana teaching-learning yang dapat menumbuhkan rasa dari tidak tahu menjadi tahu dan guru memposisikan diri sebagai pelatih dan fasilitator. Kehadiran KTSP mengharuskan guru untuk lebih berbenah diri mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya sebab berdasarkan pengamatan selama ini proses belajar di sekolah lebih ditandai oleh proses mengajar guru melalui ceramah dan proses belajar siswa melalui menghafal. Dalam konteks pembelajaran yang berorientasi pada KTSP, focus perhatian guru tidak lagi sebagai destroyer (pengganggu peristiwa belajar) tetapi sebagai fasilitator (mempermudah peristiwa belajar) yang lebih dicirikan dengan disediakannya peluang seluas-luasnya bagi anak untuk mengembangkan gagasan kreatif supaya anak selalu aktif menyempurnakan gagasan miskonsepsi sambil membangun pengetahuan yang lebih ilmiah.
Perubahan peran guru akan bisa dilakukan bila guru memahami hakikat pembelajaran yang diinginkan dalam kurikulum berbasis kompetensi, misalnya pembelajaran bisa terjadi di dalam dan di luar kelas dengan metode yang bervariasi, makna pembelajaran dengan pola ini berdasarkan pada kompetensi dasar yang harus dicapai sehingga pendekatan pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi menuntut guru untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
- Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa. Hubungan antara isi kurikulum dan metodologi yang digunakan dalam pembelajaran harus didasarkan pada kondisi social emosional dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa harus menjadi perhatian dalam merencanakan pembelajaran.
- Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent learning group). Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok kecil dan bekerja sama tim lebih besar merupakan bentuk kerjasama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain.
- Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri yang memiliki tiga karakteristik, yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan.
- Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student) di dalam kelas. Guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar belakang suku bangsa, status social ekonomi, bahasa utama yang dipakai di rumah dan berbagai kekurangan yang mungkin dimiliki.
- Memperhatikan multi-intelegensi siswa. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran, cara siswa berpartisipasi di dalam kelas harus mempertimbangkan delapan latar kecerdasannya, yaitu: linguistic, logical-matematical, spatial bodilykinaesthetic, musical, interpersonal dan intrapersonal.
- Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan tingkat tinggi.
- Menerapkan penilaian autentik. Penilaian autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berfikir kompleks seorang siswa, daripada hanya sekedar hafalan informasi factual.
2.1.1. Tantangan Pendidikan di Era Perubahan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat selama ini membawa dampak terhadap jarak antarbangsa di dunia sehingga fenomena ini bersifat global.
Akibat pengaruh globalisasi menghadirkan problem baru berupa kesenjangan antara kemajuan IPTEk sekarang dengan kurikulum sekolah. Di lain pihak, motivasi belajar dan minat belajar siswa masih rendahyang mengakibatkan kualitas lulusan sebagai hasil pendidikan cenderung merendah pula.
Persoalan yang dihadapi sekarang yaitu bagaiman menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi guru setiap hari dan tantangan bagi pengembangan kurikulum.
Pandangan Komisi Internasional untuk pendidikan Abad ke 21 sengaja dikutip guna memberikan latar belakang akan pentingnya peran guru . peran itu lebih penting lagi bagi dunia pendidikan di Indonesia. Soedijarto (2003) menyebutkan ada beberapa dasar perimbangan yang melatarbelakangi pendangan tentang determinannya peranan pendidikan sekolah yang memerlukan keterlibatan guru dalam proses pendidikan di Indonesia, sebagaimana berikut.
- Masyarakat yang dicita-citakan untuk dibangun, bahkan sejak proklamasi kemerdekaan, baik secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik berbeda dengan masyarakat yang dihayati sehari-hari.
- Dalam proses transisi menuju masyarakat industri yang modern, peranan keluarga sebagai salah satu sentra yang secara tradisional sangat penting menjadi diragukan karena kelangkaan waktu orangtua bersama anak (karena harus bekerja), kurang memadainya ruang fasilitas rumah sebagai lingkungan pendidikan.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efisien, dan efektif, menurut Gaffar (2005), guru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
- Menguasai ilmu pendidikan termasuk konsep, teori, dan proses.
- Menguasai teaching learning strategies.
- Memahami ICT dan menguasainyan untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran terutama untuk mendukung penerapan learning strategies yang dikembangkan oleh guru.
- Menguasai psikologi perkembangan, psikologi anak dan psikologi kognitif.
- Menguasai teori belajar.
- Memahami berbagai konsep pokok sosiologi dan antropologi yang relevan dalam proses pendidikan dan perumbuhan anak didik.
- Menguasai bidang studi tertentu yang relevan dengan tugasnya sebagai guru pada jenjang peresekolahan tertentu.
- Memahami administrasi pendidikan.
- Menguasai konsep dan prinsip pengembangan kurikulum.
- Memahami dan menguasai pendidikan nilai
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan tersebut, menurut pasal 20, guru berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal berikut.
- Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
- Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu penegetahuan, teknologi, dan seni.
- Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
- Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
Semua kegiatan dan fasilitas yang dipilih serta peranan yang dilakukan guru harus tertuju pada kepentingan siswa, diarahkan pada memenuhi kebutuhan siswa, disesuaikan dengan kondisi siswa, dan siswa menguasai apa yang diberikan atau memperoleh perkembangan secara optimal. Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga langkah yang harus ditempuh.
- Mendiagnosis kemampuan dan perkembangan siswa. Guru harus mengenal dan memeahami siswa dengan baik, memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuan–kemampuannya. Keunggulan dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi dan faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya. Setiap peserta didik sebagai individu mempunyai kemampuan, kecepatan belajar, karakteristik, dan problem-problem yang berbeda dengan individu-individu lainnya. Perkembangan yang optimal hanya mungkin dapat dicapai apabila kegiatan yang dilakukan siswa dan bantuan yang diberikan guru, diseusaikan dengan kondisi tersebut.
- Memilih cara pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Pembelajaran yang betul-betul disesuaikan dengan perbedaan individual sehingga pembelajaran pun bersifat individual. Pendekatan demikian pernah dilaksanakan pada delapan PPSP dengan menggunakan system modul, tetapi karena alasan-alasan tertentu, PPSP dibubarkan dan metode tersebut tidak digunakan lagi
- Kegiatan pembimbingan. Pemilihan dan penggunaan metode dan media yang bervariasi bisa mengoptimalkan perkembangan siswa bisa juga tidak. Pelaksanaan metode pembelajaran tersebut perlu disertai dengan usaha-usaha pemberian dorongan, bantuan, pengawasan, pengarahan dan bimbingan dari guru. Pembimbingan ini diberikan pada saat kegiatan pembelajaran, atau diluar kegiatan pembelajaran. (Abdul:2009)
Tantangan eksternal yang dirasakan dunia pendidikan saat ini antara lain:
- Globalisasi
- Kompleksitas
Dalam zaman modern, tidak ada yang tetap kecuali perubahan. Masalahnya, mampukah kita menyambut dan bermain dengan perubahan sebagai peraturan yang tidak terhindarkan, tanpa kita atur atau didikte oleh perubahan?
- Turbulence
- Dinamika
- Akselerasi
- Keberlanjutan dari Kuno Menuju Modern
Dalam zaman modern ini, orang dituntut untuk tetap melestarikan nilai-nilai lama, yang luhur yang bermoral dan seterusnya-sekalipun dari dimensi teknokratiknya terdapat hal-hal tertentu yang harus sudah ditinggalkan karena sudah tidak cocok lagi dengan masalah yang dihadapi-dengan tetap bersumber pada nilai-nilai luhur (moral) dari ajaran agama dan nilai kemanusiaan yang terus berkembang dalam budaya dan pandangan hidup bangsa.
- Konektivitas
- Konvergensi
Dengan demikian, core konvergensi dalam abad ke-21 adalah lahirnya entitas baru yang merupakan tuntutan global, yang menyebar dengan lebih cepat, murah, tepat/benar, praktis, dapat diterima secara universal, serta memiliki kegunaan berkali lipat, tanpa meleburkan diri ke dalam sistem-sistem yang baru.
- Konsolidasi
- Rasionalisasi
- Paradoks Global
- Kekuatan Pikiran
Sumber : http://dzestrindi.wordpress.com/2013/04/10/jabatan-profesional-dan-tantangan-guru-dalam-pembelajaran/
0 komentar:
Post a Comment